Liputan6.com, Jakarta – Matsuri bingung mencari pekerjaan lain. Aktivitasnya sebagai satpam ilegal di parkiran supermarket di Tebet Supomo terancam hilang karena kini menjadi sasaran pengendalian Pemprov DKI Jakarta. Diakuinya, menjadi penjaga parkir liar merupakan satu-satunya sumber penghasilan untuk menghidupi keluarganya.
“Iya, aku pun nggak tahu kalau nggak kerja, mau kerja apa lagi? Soalnya kita urus keluarga aja, kalau nggak kerja, aku nggak kerja apa lagi.” punya pekerjaan lagi, yang penting kita tidak ada tekanan, saya juga tidak tahu,” kata Matsuri kepada wartawan di tempat, Jakarta Selatan, Rabu 15 Mei 2024.
Ia mengungkapkan, pekerjaan yang dilakukannya dilakukan untuk menghidupi keluarganya. Dalam sehari, Matsuri mengaku hanya mengantongi uang kurang dari Rp 100 ribu.
“Rp 60.000-Rp 70.000 paling banyak, kalau tidak bekerja, saya menghidupi istri dan anak, uang dari mana? Saya kan begitu saja, anak sekolah. Ada dua yang masih sekolah. salah satunya kecil,” kata Matsuri.
Pria yang menjadi penjaga parkir liar sejak tahun 2014 ini bekerja mulai pukul 06.00-14.00 WIB. Ia mengaku dalam pelayanannya tidak pernah memaksa pelanggan supermarket untuk membayar parkir.
Selain itu, ia mengaku mendapat izin menjadi juru parkir di sebuah minimarket.
“Kalau saya dikasih Rp 2.000, saya terima. Jadi kalau tidak diurus, takutnya motornya hilang, berbahaya sekali, rawan kriminalitas. Tidak pernah ada. pemaksaan di sini, jadi kalau di tempat lain ada, saya juga tidak tahu, saya belum pernah mengalaminya di sini,” ujarnya.
“Tidak apa-apa (kalau tidak dikasih), dari pagi tadi banyak mobil yang belum dibayar, tidak apa-apa, selalu begitu, tidak pernah minta. Tidak pernah, kadang ada yang kasih Rp 800. perak, kadang ada yang kasih Rp 1000 untuk sepeda motor,” lanjutnya.
Selain itu, di mana dia memarkir kendaraan pelanggan, dia tidak melakukannya sendiri. Namun dilakukan oleh sejumlah orang yang terbagi menjadi tiga bagian dalam pembagiannya.
Dimulai pada pukul 06:00 hingga 14:00 WIB, lalu dilanjutkan pada pukul 14:00 hingga 22:00 WIB, lalu pukul 22:00 WIB hingga pagi hari.
Selama bekerja, penghasilan mereka mencapai hampir Rp 100.000. Penjaga parkir mobil ilegal juga mengungkapkan bahwa mereka menyetor dengan “individu”. Namun tak dijelaskan secara detail siapa yang dimaksud.
“Setorannya juga dilakukan oleh orang perseorangan yang bertugas di sini. (Orang) Ya, itu biasa saja,” jelasnya.
Pengamat transportasi Tigor Nainggolan yakin kehadiran mereka tidak bisa dihilangkan. Hanya saja tanpa mereka tidak ada keinginan untuk memberikan kenyamanan. Oleh karena itu, patut diduga oknum oknum pun “melindungi” keberadaan jukir ilegal sebagai buruannya.
“Pemain di sektor parkir mencakup banyak pihak, mulai dari organisasi masyarakat sipil hingga pejabat. Kondisi ini menyebabkan permasalahan parkir khususnya parkir liar masih terus terjadi di Kota Jakarta, kata Tigor dalam siaran pers yang diterima, Sabtu (4/5/2024).
Menurut Tigor, persoalan parkir liar di Jakarta sudah ada sejak lama, sejak zaman penjajahan Belanda. Pada saat itu, parkir liar disebut sebagai “patroli sepeda”, yang dikelola oleh pengrajin lokal. Para jagoan lokal ini kini juga dikenal sebagai preman penjaga parkir liar.
“Banyak keluhan dan laporan bahwa pengunjung minimarket atau ATM atau pasar merasa takut dengan tindakan mereka. Kota ini sepertinya dikuasai oleh preman. “Perlu intervensi yang kuat dari aparat keamanan dan pihak lain untuk memberantas kekerasan parkir liar,” desak Tigor.
Tigor meyakini parkir valet ilegal akan terus ada dan berkembang karena pemasukannya cukup besar. Keadaan ini menyebabkan permasalahan parkir khususnya parkir liar masih terus terjadi di kota-kota besar.
Namun, dengan pengelolaan parkir yang baik, bukan tidak mungkin daerah dapat menghasilkan uang dari retribusi parkir dan pajak.
“Karena parkir merupakan sarana pengendalian atau pengaturan lalu lintas, khususnya pengendalian penggunaan kendaraan bermotor pribadi dan kemacetan di perkotaan. “Penyelesaian masalah parkir akan mewujudkan dua fungsi tersebut,” tandasnya.
Quoted From Many Source